Langsung ke konten utama

Postingan

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo
Postingan terbaru

Memperoleh Pekerjaan Dengan Menyuap

Ustadz bagaimana hukumnya memperoleh pekerjaan dengan cara menyuap? Apakah pekerjaan tersebut halal? Praktek suap ( risywah ) baik berupa uang, barang atau bentuk lainnya, adalah tindakan pelanggaran syari’ah yang serius. Para pelaku yang terlibat di dalamnya, yaitu penyuap, yang menerima suap dan perantara terjadinya praktek tersebut dilaknat oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menjadi perantara diantara keduanya”. (HR. Tirmidzi). Dalam hadits yang lain, Rasul SAW bersabda: “Orang yang menyuap dan orang yang disuap masuk neraka”. (HR Thabrani). Kerasnya larangan praktek suap ini karena bisa merusak kehidupan masyarakat. Bila suap menyuap telah biasa dan membudaya di tengah masyarakat, niscaya rusaklah seluruh tatanan kehidupan masyarakat tersebut. Tidak hanya rusak dari sisi akhlak semata, tetapi juga meruntuhkan sendi ekonomi, ikatan sosial, kehidupan p

Shalat dalam Perjalanan

Ustadz, apakah menunaikan shalat di kendaraan umum (bis, kereta, kapal, pesawat) tetap harus menghadap kiblat? Mohon penjelasannya. Tidak sah shalat seseorang yang tidak menghadap kiblat. Allah SWT berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram dan dimanapun kalian berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya”. (QS. Al-Baqarah: 144). Keharusan menghadap kiblat tidak hanya bagi shalat wajib tetapi juga shalat-shalat sunnah. Hanyasaja, terdapat keringanan bagi shalat sunnah yang dilakukan diatas kendaraan, boleh dilaksanakan tanpa mengarah kiblat. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari ‘Amir bin Rabi’ah ra: “Saya melihat Rasulullah shalat (sunnah) diatas kendaraan menuruti arah kendaraan itu”. (Fiqhus Sunnah I hal 110) Adapun shalat fardhu tidak ada dalil yang menunjukkan bolehnya tidak menghadap kiblat. Oleh karena itu, saat hendak bepergian seorang muslim hendaknya merencanakannya dengan baik, termasuk memperhitungkan waktu shalat dan menggunakan rukhsah

Menyikapi Perbedaan Pendapat

Dalam suatu masalah, seringkali para ulama berbeda pendapat. Hal ini sering membuat saya bingung harus mengikuti yang mana. Bagaimana saran ustadz? Perbedaan pendapat di kalangan ulama semestinya tidak perlu menyebabkan kebingungan, malah membawa hikmah bagi ummat dalam menjalankan agamanya. Selain itu, perbedaan itu pun terjadi pada masalah-masalah ijtihadi seperti fiqih dan cabang-cabang agama ( furu’ ), adapun pada masalah-masalah pokok ( ushul) seperti aqidah, alhamdulillah sangat sedikit perbedaan pendapat ulama. Untuk memutuskan pendapat ulama mana yang akan diikuti, hal pertama ialah ketahui dan fahamilah argumentasi dari pendapat tersebut. Argumentasi yang dimaksud ialah dalil-dalil baik dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Pendapat yang tidak didukung dalil-dalil yang sah, bisa langsung diabaikan. “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan RasulNya (as-Sunnah)”. (QS. An-Nisaa’ 59). Tidak akan mampu meny

Makna Hikmah dalam Da'wah

Ustadz, saat ini bermunculan gerakan da’wah yang mengedepankan kekerasan, bahkan tidak sungkan-sungkan menghujat ulama lainnya, padahal bukankah da’wah harus dengan hikmah dan lemah-lembut? Bagaimana pendapat ustadz? Dakwah Islam harus dilakukan dengan hikmah, hal ini ditegaskan Allah SWT, diantaranya dalam firmanNya: “ Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl: 125). Secara bahasa, pengertian hikmah ialah pengetahuan mengenai sesuatu yang paling baik dengan landasan ilmu yang terbaik”. (Lisanul Arab jilid 12 hal 140). Sedangkan kata hikmah di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah memiliki makna yang beragam, tidak kurang dari dua puluh makna. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Pendapat yang paling baik tentang hikmah adalah pendapat Mujahid dan Malik. Hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, ketepatan dalam perkataan dan perbuatan. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan

Hukum Menolak Syariah bagi Seorang Muslim

Ustadz, apa hukumnya bila seorang muslim menolak syari’ah Islam? M uslim artinya orang yang tunduk patuh pada ajaran Islam secara total. Tidak boleh seorang muslim memilah-milah ajaran Islam dan hanya melaksanakan apa-apa yang dianggap menguntungkan atau selaras dengan pikiran dan perasaannya semata. Sesungguhnya, sangatlah banyak dalil al-Qur’an maupun dari al-hadits berkaitan dengan masalah wajibnya seorang muslim melaksanakan syari’ah Islam, tanpa ragu dan bimbang. Diantaranya firman Allah SWT : “Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisaa’: 65). Ayat ini secara umum menyatakan bahwa tidak dikatakan seseorang itu beriman sehingga mereka menerima sepenuhnya hukum yang dibawa Rasulullah SAW (Islam) dalam

Pertanyaan Masalah Takdir

Ustadz, benarkah rezeki, ajal dan bahkan seseorang akan menjadi ahli neraka atau surga telah ditakdirkan Allah SWT. Jika demikian, untuk apa manusia berusaha dan para ustadz berdakwah? Kesalahan memahami masalah takdir menjerumuskan manusia pada dua kesesatan. Pertama, sikap fatalis, menyerah pasrah atas apapun yang menimpa dirinya ( musayyar ) sebagaimana kaum jabariyah. Kedua, sikap bebas dimana manusia bisa melaksanakan amalnya semata-mata disebabkan kemauannya sendiri ( mukhayyar ) sebagaimana difahami kaum mu’tazilah. Karena itu, memahami masalah takdir adalah hal prinsipil dalam keimanan seorang muslim. Di dalam al-Qur’an banyak firman Allah SWT yang menegaskan, bahwasanya seluruh makhluk Allah tidak lepas dari takdirNya. Diantaranya, firman Allah SWT: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu itu dengan qadharnya”. (QS. Qamar 49). Makna takdir (qadhar) ialah ketentuan atau ketetapan Allah SWT atas segala makhluknya. Termasuk di dalamnya ketetapan sebab-akibat,