Langsung ke konten utama

Menghilangkan Syak (Keraguan)


 Allah telah mengunci mati dan pendengaran mereka,
dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”. (QS.al-Baqarah 7)

Hati yang telah dikunci mati oleh Allah SWT ialah hati yang telah terselimuti kekufuran yang akut. Kekufuran yang bersemayam lama dalam hati seseorang dan tidak pernah ada upaya untuk membersihkannya. Akhirnya, kekufuran itu tumbuh dan berkembang menguasai hati seseorang. Pada derajat ini, segala keterangan dan nasehat, sudah tidak mampu lagi menembus hatinya. Berbagai keterangan, bukti dan pengalaman ruhani sekalipun, tidak lagi mampu menggerakkan hatinya. Kekufuran sendiri adalah komplikasi dari berbagai penyakit hati.
Diantara penyakit yang dapat menyebabkan hati mati ialah keraguan (syak). Keraguan yang dimaksud, bukanlah pada kehidupan duniawi, namun keraguan menghadapi dan menyikapi petunjuk Allah. Petunjuk Allah yang melimpah, baik yang tertuang dalam al-Qur’an maupun yang terkandung dalam peristiwa dan tanda-tanda alam. Semua itu, menjadi sesuatu yang tidak dapat masuk ke dalam hati, karena penglihatan telah tertutup, demikian pula halnya dengan pendengaran.
Padahal petunjuk Allah itu demikian mudah teraskan oleh hati nurani setiap manusia. Dikala penderitaan mendera, hati manusia akan mencari sesuatu yang dapat mengokohkannya, namun penyakit hati seringkali mematikan suara hati itu. Adakalanya, kesombongan menutup keinginan hati untuk memanjatkan do’a atau sekedar mengakui kegersangan yang dirasakannya. Lalu, hati yang gersang dan merana itu, diobati dengan kebutuhan ragawi. Tidak sedikit, kekosongan hati, kian parah pula penyakitnya, semakin jauh lah hati dari petunjuk Ilahi yang dapat meneranginya.
Hati manusia, begitu mudah tersentuh. Walau seseorang tidak membuka lembaran Qur’an, beragam pertistiwa akan dapat menggetarkan hati nurani manusia. Derita yang disaksikan, bisa menyentuh hati. Keindahan alam yang terhampar, bisa menggetarkan hati pada sesuatu yang agung. Getaran dan sentuhan itu, terjadi berungkali dalam kehidupan setiap saat. Namun, setiap saat pula manusia tidak sedikit yang mengabaikannya. Sehingga peristiwa demi peristiwa yang dilaluinya, tidak membangunkan perasaannya. Bahkan, tatkala penyakit hati tumbuh, berbagai peristiwa yang terjadi malah kian menumpulkan hati nuraninya dan melumpuhkan kehendaknya.
Keraguan, sebagian besar muncul dari penyakit hati, bukan karena keterbatasan pengetahuan, sebab bukti-bukti telah nyata dipaparkan. Kebenaran akan keberadaan Allah SWT pun, bahkan ditolak dan membersitkan keraguan, padahal sedemikian gamblangnya bukti-bukti alam diperlihatkan. Ilmu pengetahuan pun menegaskan kemustahilan seluruh alam semesta dan kompleksitas hukum yang mengaturnya, terjadi begitu saja, tanpa ada kekuatan yang Maha Kuasa. Namun penyakit hati telah melumpuhkan, hingga keraguanlah yang muncul.
Keyakinan kepada Allah diukur sebagaimana ia ingin mengukur kepastian sesuatu di dunia. Kehadiran Allah SWT diukur sebagaimana hadirnya sesuatu di dunia. Kepercayaan kepada Allah ditakar oleh sesuatu yang terlihat dan terasakan oleh dirinya. Padahal, begitu banyak dalam kehidupan manusia, kepercayaan kita kepada sesuatu tidak perlu dibuktikan dengan melihat dan merasakannya langsung.
Orang-orang di dusun dan dibukit meyakini keberadaan sebuah negeri bernama Amerika, Inggris atau Arab Saudi, sekalipun mereka tidak pernah menginjakkan kakinya ditempat yang mereka yakini keberadaannya. Bahkan kita percaya penuh kepada para supir dan pilot tatkala naik mobil atau pesawat yang akan mereka bawa, sekalipun kita tidak memeriksa lisensi mengemudi atau pilotnya. Begitulah dalam kehidupan di dunia yang materialistis pun, ada banyak kepercayaan dan keyakinan yang tidak harus kita buktikan melalui apa yang kita lihat, dengar atau rasakan sendiri dengan panca indera kita. Namun, pada saat yang sama, secara dzalim kita menuntut sesuatu yang berbeda untuk meyakinkan keimanan kita kepada Allah dan kepercayaan kita atas agama (Islam) ini.
Itulah penyakit ragu, yang mendekam dalam hati, bukan karena kita tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang hal tersebut, bahkan informasi, pengetahuan dan bukti dihamparkan bagi penglihatan dan pendengaran manusia, namun tertutupi oleh penyakit hati seperti kesombongan, hasad, dengki dan syahwat. Jika keraguan pada petunjuk Ilahi itu hanya dikarenakan ketidaktahuan, betapa mudahnya mengobati penyakit ragu.
Penyakit ragu ini, ada kalanya muncul dan terbersit dan seorang muslim akan segera membersihkan hatinya dengan memantapkan keyakinan kepada Allah, baik dengan cara berdzikir ataupun berdzikir, sehingga ia tidak tumbuh menjadi penyakit kufur yang dapat mematikan hati nurani…


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash

Manajemen Sumberdaya Waktu

Demi masa.. Begitulah Allah SWT bersumpah atas waktu di dalam al-Qur'an surat al-Ashr. Hal ini, menurut para ahli tafsir ( mufassir ), menunjukkan akan arti penting atas permasalahan tersebut. Dan sepatutnya menjadi perhatian utama bagi kaum muslimin, yang membaca al-Qur'an. Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Begitulah Allah SWT melanjutkan peringatannya. Pengelolaan waktu yang serampangan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Di dunia, waktu yang tersia-sia menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan keterpurukan secara materi (peradaban) maupun budaya. Di akhirat, manusia yang hidupnya tidak memperhatikan waktu akan menuai kesengsaraan yang tidak kalah nestapanya dan tiada berkesudahan. Maka, perhatikanlah waktu, bagaimana kita mengelolanya dan untuk apa kita alokasikan seluruh waktu yang kita miliki. Agar kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebab manusia yang bijak akan mengalokasikan waktunya

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo