Langsung ke konten utama

Memberi Sedekah kepada Pengemis dan Pengamen


Ustadz, bagaimana hukumnya memberikan sedekah kepada para pengamen atau pengemis yang semakin marak di jalanan?

Kaum muslimin dituntut untuk memperhatikan saudaranya, termasuk mereka yang miskin. Diwajibkan zakat dan dianjurkan untuk berinfak (sedekah) untuk kaum miskin agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Di dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. (QS al-Baqarah: 273). Kewajiban setiap muslim untuk mengenali mereka sehingga bisa memberikan bantuan secara santun dengan tetap memelihara kehormatannya.
Adapun para peminta-minta yang marak saat ini di jalan, bisa jadi mereka memang orang yang membutuhkan, mungkin pula pemalas yang menjadikan minta-minta sebagai mata pencahariannya. Bahkan menurut survey yang dilakukan Media Indonesia, rata-rata gepeng (gelandangan dan pengemis) di Jabotabek berpenghasilan antara Rp.30.000 - Rp.50.000 per harinya dan terkoordinir. Mereka bergelandangan di kota besar namun di daerahnya mereka punya rumah mewah. (AM Fatwa dkk, Problem Kemiskinan, hal 59-60)
Masalah terbesar pengemis semacam ini, bukan terletak pada kemiskinan tetapi masalah kultural (mentalitas, keimanan dll) dan struktural (ketidakadilan dalam pendistribusian pendapatan dan kesempatan). Memberi mereka sedekah di jalanan, tidak akan bisa menghilangkan pengemis dari jalanan, malah akan semakin menarik lebih banyak orang untuk mengemis dan meminta-minta.
Jadi menurut pendapat saya, lebih baik anda tidak membiasakan diri memberi sedekah kepada para pengemis di jalanan, kecuali anda menduga kuat bahwa ia memang orang miskin yang membutuhkan, atau ia mendesak anda sehingga dikhawatirkan mengganggu anda. Berilah sekedarnya saja. Wallahu’alam bishshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash...

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo...

Memperoleh Pekerjaan Dengan Menyuap

Ustadz bagaimana hukumnya memperoleh pekerjaan dengan cara menyuap? Apakah pekerjaan tersebut halal? Praktek suap ( risywah ) baik berupa uang, barang atau bentuk lainnya, adalah tindakan pelanggaran syari’ah yang serius. Para pelaku yang terlibat di dalamnya, yaitu penyuap, yang menerima suap dan perantara terjadinya praktek tersebut dilaknat oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menjadi perantara diantara keduanya”. (HR. Tirmidzi). Dalam hadits yang lain, Rasul SAW bersabda: “Orang yang menyuap dan orang yang disuap masuk neraka”. (HR Thabrani). Kerasnya larangan praktek suap ini karena bisa merusak kehidupan masyarakat. Bila suap menyuap telah biasa dan membudaya di tengah masyarakat, niscaya rusaklah seluruh tatanan kehidupan masyarakat tersebut. Tidak hanya rusak dari sisi akhlak semata, tetapi juga meruntuhkan sendi ekonomi, ikatan sosial, kehidupan p...