“Bila kamu
meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka
minta tolonglah kepada Allah” (HR. Ahmad)
TAUHID
adalah landasan amal bagi seorang muslim. Tauhid yang rusak
mengakibatkan rusaknya amal. Tauhid yang tidak kokoh, akan
menggoyahkan amal seorang muslim. Tanpa tauhid, seluruh amal kaum
muslimin akan sia-sia, tidak ada maknanya di sisi Allah SWT. Demikian
pentingnya tauhid dalam kehidupan seorang muslim, sepatutnyalah
seorang muslim menjaga keutuhan tauhidnya dan memeliharanya dari
hal-hal yang merusak.
Hal yang bisa merusak bahkan menghapus tauhid ialah syirik,
mempersekutukan Allah dengan sesuatu. Allah SWT berfirman: “Dan
diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang beriman sangat cinta kepada Allah”. (QS.
Al-Baqarah: 165). Ayat ini turun setelah sebelumnya Allah
menerangkan tentang ke-Esaanya, tauhid rububiyah-Nya. Bahwasanya
Dia-lah yang menciptakan, mengatur, memelihara dan berkuasa atas
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Allah pun menegaskan
tauhid uluhiyah-Nya, bahwa hanya Dia-lah al-ma’bud, zat yang
layak dan berhak diibadahi, disembah, dimintai tolong.
Namun, diantara manusia masih saja ada yang menyekutukanNya. Mereka
memang tidak mengingkari kekuasaan Allah atas alam semesta ini,
tetapi mereka menyandingkan Allah dengan kekuatan lain disampingNya.
Mereka beribadah kepada Allah, tetapi mereka juga menyembah kepada
selain Allah. Mereka berdoa kepada Allah, tetapi mereka juga memohon
kepada selain Allah. Mereka beriman kepada Allah, tetapi mereka juga
meyakini ada selain Allah yang menguasai alam, laut, gunung dan
sebagainya Ini adalah kedzaliman besar, menempatkan Allah pada tempat
yang tidak selayaknya.
Selain kedzaliman besar, syirik pun berakibat fatal bagi pelakunya.
Ia merupakan dosa tak terampuni hingga pelakunya bertaubat.
“Sesungguhnya Allah tidak akan menganpuni dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya”. (QS. An-Nisa: 48). Syirik pun menghancurkan
seluruh amal baik manusia dalam kehidupannya. ”Jika kamu
mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az-Zumar: 65). Tempat
kembali orang-orang musyrik adalah neraka.“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada orang-orang
dzalim itu seorang penolong pun”. (QS. Al-Maidah: 72)
Oleh karena itu, orang beriman wajib menjaga keimanannya agar tidak
terjerumus pada kemusyrikan. Setiap orang beriman terus memelihara
keimanannya dengan senantiasa senantiasa mengikatkan hati, pikiran
dan perilakunya pada al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi pedoman
hidup dan sumber nilai kehidupannya. Dengan dua pedoman itu, orang
beriman bisa berhati-hati sehingga tidak beribadah kepada selain
Allah, terhindar dari menggantungkan diri kepada selainNya, baik
kepada orang-orang yang telah mati, orang-orang yang tidak berada di
tempat (ghaib), benda mati, jin dan makhluk lainnya. Semua
itu, tidak layak diibadahi, tidak pula mampu memberikan manfaat atau
menimpakan mudharat.
Bila iman tidak dijaga dan dipelihara, ia menjadi rapuh dan mudah
terkecoh. Allah SWT menyebut iman semacam itu iman yang dangkal, iman
sekedar ditepian saja. “Dan diantara manusia ada orang yang
menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebaikan
tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa suatu bencana,
berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat”.
(QS. Al-Hajj: 11). Berbalik ke belakang adalah kembali kepada
kejahiliyahan setelah Islam, kembali pada syirik setelah tauhid.
Iman yang tipis ini, mudah terperosok pada syirik. Tatkala musibah
datang, ia mencari pegangan kepada selain Allah. Bila bencana datang
ia berdoa kepada selain Allah. Ia mengira, semua itu akan
menolongnya. Ia berharap, tandingan-tandingan itu mampu memberi
kemanfaatan dan mencegah kemudharatan. “Dan janganlah kamu
menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi
mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang
demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
orang-orang yang zhalim. Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan
kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan
jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat
menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya dan Dialah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (QS. Yunus: 106-107)
Bagi seorang beriman, tatkala bencana dan musibah menimpa, ia segera
kembali kepada Allah. Memohon pertolongan kepada Allah yang menguasai
alam ini, berdo’a kepada Allah yang Maha Kuasa dalam memberikan
nikmat ataupun madharat. “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu
maka dari Allah-lah (datangnya) dan bila kamu ditimpa oleh
kemadharatan, maka hanya kepadaNyalah kamu meminta pertolongan”.
(QS. An-Nahl: 53). “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a)
orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepadaNya?” (QS.
An-Naml: 62) ***
Komentar
Posting Komentar