Langsung ke konten utama

Manajemen Sumberdaya Waktu


Demi masa.. Begitulah Allah SWT bersumpah atas waktu di dalam al-Qur'an surat al-Ashr. Hal ini, menurut para ahli tafsir (mufassir), menunjukkan akan arti penting atas permasalahan tersebut. Dan sepatutnya menjadi perhatian utama bagi kaum muslimin, yang membaca al-Qur'an.
Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Begitulah Allah SWT melanjutkan peringatannya. Pengelolaan waktu yang serampangan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Di dunia, waktu yang tersia-sia menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan keterpurukan secara materi (peradaban) maupun budaya. Di akhirat, manusia yang hidupnya tidak memperhatikan waktu akan menuai kesengsaraan yang tidak kalah nestapanya dan tiada berkesudahan.
Maka, perhatikanlah waktu, bagaimana kita mengelolanya dan untuk apa kita alokasikan seluruh waktu yang kita miliki. Agar kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebab manusia yang bijak akan mengalokasikan waktunya untuk memperteguh keimanannya, beramal shalih dan berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.
Itulah tiga kunci yang diberikan Allah SWT kepada kaum muslimin agar terhindar dari kebinasaan: iman, amal shalih dan da'wah. Alokasikan waktu kita untuk memperkokoh keimanan, karena ia merupakan fundamental kehidupan seorang manusia sekaligus pengikat seluruh amal-amalnya. Diatas keimanan ini, seluruh cara berpikir, jalan hidup, serta tujuan hidup manusia dibangun sehingga ia memilih arah (visi) yang jelas dalam hidupnya serta tugas (misi) yang jelas pula dalam hidup ini.
Keimanan yang benar melahirkan amal yang benar dan menjadi mata air kebaikan dalam kehidupan. Amal shalih yang dapat membersihkan dirinya melalui dzikrullah dan ritual ibadah, maupun tercermin dalam akhlak pergaulannya.
Dan terakhir, iman yang kokoh dan amal yang shalih, menumbuhkan kepedulian sosial dengan cara terlibat aktif dalam memelihara nilai-nilai luhur Rabbani dalam kehidupan manusia, menegakkan kebenaran (al-haq) dan bersabar dalam upaya menegakkannya. Berwasiat, berda'wah dan berjihad, adalah puncak-puncak dari amal seorang manusia beriman, dan sepatutnya menjadi kesibukan kaum muslimin yang mengisi seluruh hidupnya, tanpa menyisakan waktu yang terluang.

Memahami Sumberdaya Waktu
Waktu, oleh Imam Ali karamallahu wajhah, dianalogikan sebagai sebilah pedang. Ia bisa memenggal orang yang tidak mampu menggunakan waktu dengan baik. Analogi imam Ali, mendapat pembenarannya dalam kehidupan saat ini, dimana bangsa yang tidak mampu mengelola waktu dipenggal oleh waktu.
Di penghujung tahun 90-an, krisis melanda kawasan Asia. Diantaranya menerpa Thailand. Para pemimpin dan masyarakat Thailand berusaha keras untuk bangkit dari keterpurukan, dan tak lama berselang, mereka mampu keluar dari krisis yang hampir menenggelamkannya, dan kemudian mereka giat kembali membangun bangsanya. Pada saat yang sama, Indonesia yang notabene sebagian besar penduduknya adalah muslim, pun mengalami krisis yang tidak berbeda. Namun, para pemimpinnya sibuk beretorika sementara sebagian besar masyarakatnya tetap santai sebagaimana biasanya. Krisis yang bermula dari sektor keuangan (moneter) kemudian merembet menjadi krisis ekonomi, krisis politik dan krisis dalam berbagai aspek kehidupan. Bukannya segera menyingsingkan lengan baju, para pemimpinnya malah kian sibuk dengan permainan politik, sedangkan masyarakat kian lahap dengan beragam hiburan yang disajikan televisi, radio dan juga media cetak. Tidak heran, jika hingga saat ini, krisis yang menyelimuti bangsa dengan potensi manusia dan sumberdaya alam terbesar di Asia Tenggara ini, masih terus berkutat dalam krisis. Kalaupun ia keluar dari keadaan krisis, ia kemudian terjerambab dalam krisis lainnya.
Demikianlah, kesuksesan seorang maupun kejayaan sebuah bangsa, dapat dilihat dari cara mereka mengalokasikan waktunya. Bangsa yang santai, berleha-leha dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan hiburan, akan terbelakang dalam pergaulan dan peradaban manusia. Seorang individu yang waktunya senantiasa disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang produktif, akan menuai pula hasil usahanya. Tidaklah berlebihan, jika seorang ulama besar abad ini, Imam Hasan al-Banna, mendefinisikan waktu sebagai kehidupan itu sendiri. Barangsiapa menyia-nyiakan waktunya, ia menyia-nyiakan hidupnya sendiri.

Memahami Karakteristik Waktu
Waktu merupakan sumberdaya yang dimiliki manusia yang sangat penting. Pemanfaatan waktu yang tepat, akan mampu meningkatkan produktifitas manusia secara signifikan. Pengelolaan waktu yang bijak, akan memberikan kesempatan bagi seseorang atau sebuah bangsa untuk menggali potensi dan memberdayakan sumberdaya yang dimilikinya.
Perbedaan kualitas hidup seseorang, maupun sebuah bangsa, sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya waktu yang mereka miliki. Karena itu, memahami karakteristik waktu, menjadi hal yang perlu difahami, agar kita bisa “menghargai” waktu dan memanfaatkannya secara bijak.
Pertama, jatah waktu yang diberikan Allah SWT kepada setiap manusia dalam setiap harinya adalah sama. Manusia mengukur harinya 24 jam, dan dipecah lagi ke dalam satuan menit dan detik. Dalam jatah waktu yang sama ini, sebagain manusia benar-benar memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk hal-hal yang produktif: membina mentalitas dirinya (ruhiyah), memperluas cakrawala berpikirnya (fikriyah) dan mengolahragakan jasmaninya. Dengan kondisi individu yang senantiasa terbina semacam itu, segala yang ada disekitarnya, menjadi potensi yang bisa diwujudkannya. Setiap keadaan yang dilihatnya, menjadi peluang yang semakin menantangnya untuk merealisasikan seluruh potensi diri yang dimilikinya. Walau memiliki jatah waktu yang sama, kualitas dan kondisi kehidupan manusia berbeda-beda, karena perbedaan mereka dalam memanfaatkan waktunya.
Kedua, waktu adalah sumberdaya yang tidak bisa diperbaharui. Waktu yang telah berlalu, tidak bisa dikembalikan. Karena sifat keberlaluannya inilah, maka waktu menjadi sangat bernilai. Setiap saat memiliki nilainya, yang kita seringkali tidak bisa mengetahuinya, kapankah waktu yang paling berharga. Tidaklah sama anatara nilai saat ini, saat yang telah lalu,maupun saat yang akan datang. Dalam hal ini kita mengenal istilah momentum. Itulah saat berharga, kesempatan yang mungkin tidak akan datang dua kali. Namun, bagi seorang yang telah menyadari benar arti penting waktu, ia akan menjadikan setiap saat sebagai momentum untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Saat terbaik baginya, adalah “saat ini”, karenanya setiap saat ia menampilkan seluruh sisi terbaiknya.
Ketiga, perjalanan waktu adalah linear, dan ia adalah kehidupan manusia itu sendiri. Waktu bagi seseorang dimulai saat ruh ditiupkan dan terus abadi hingga yaumil akhir. Sebuah serial kasualitas dari setiap niat dan amal manusia yang terjalin dalam rangkaian qadha dan qadhar Allah SWT. Maka tepatlah jika Imam Hasan al-Banna mengatakan, kenyataan hari ini adalah harapan hari kemarin. Dan harapan hari ini, adalah kenyataan hari esok. Berusahalah sebaik-baiknya pada hari ini, kita akan memetik akibatnya pada saat yang akan datang. Bahkan kemana tempat kita kembali di yaumil akhir kelak, bisa dilihat dari apa yang dikerjakan sewaktu kita hidup di dunia saat ini.
Ke-empat, dan tidak kurang pentingnya untuk difahami dan disadari, waktu hidup manusia di dunia, tidak bisa dipastikan. Ia bisa panjang, bisa pula singkat. Hidup kita di dunia, bisa tiba-tiba berhenti tanpa bisa kita duga. Itulah rahasia umur manusia. Satu-satunya cara agar kita tetap meraih akhir hidup di dunia yang baik, hanyalah dengan senantiasa ta'at dalam keimanan dan keislaman kita. “Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam”. Begitulah firman Allah SWT yang artinya, setiap saat dalam hidup kita senantiasa terikat dengan aturan Islam.

Manajemen Sumberdaya Waktu
Manajemen waktu ialah pengelolaan waktu dengan mengalokasikan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan sesuai dengan kepentingan atau prioritas sehingga suatu tujuan tercapai dalam jangka waktu tertentu. Jadi jelas, dengan manajemen waktu ini, kita berupaya menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan sebagaimana yang kita inginkan (berdasarkan kepentingan, prioritas maupun manfaatnya), sekaligus menghindari kesibukan yang tidak kita inginkan (pekerjaan sia-sia, luputnya pekerjaan penting).
Seorang yang mampu mengelola waktunya dengan baik, akan manjalani hidupnya secara tenang dan tertib. Semua pekerjaannya telah tertata dan terencana, sehingga tidak ada sikap terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu, ataupun tergesa-gesa. Dengan pengelolaan waktu yang baik, selain kualitas pekerjaan menjadi lebih baik, seseorang pun akan terhindar dari stress akibat bertumpuknya pekerjaan. Bertumpuknya pekerjaan, sebagian besar bukan disebabkan oleh banyaknya pekerjaan itu sendiri, tetapi oleh ketidakmampuan seseorang dalam mengelola waktunya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah contoh seorang yang sangat disiplin mengatur waktunya. Ia selalu berupaya menyelesaikan suatu pekerjaan hari itu, pada hari itu juga. Ketika ia diingatkan untuk beristirahat dahulu dan menunda pekerjaannya untuk dikerjakan hari esok, dengan cerdas beliau menjawab: “Jika pekerjaan hari ini kutunda besok, bagaimana aku akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan besok?!”

Membuat Prioritas Pekerjaan
Asy-syahid Imam Hasan al-Banna menyatakan bahwa kewajiban-kewajiban kita melampaui waktu yang kita miliki. Maka menetapkan prioritas adalah salah satu kunci bagaimana kita mampu mengelola waktu. Prioritas pekerjaan dapat kita pilah sesuai dengan kondisi dan kepentingan diri kita. Sebagian pekerjaan ada yang bisa dikerjakan sendiri, adapula pekerjaan yang harus dikerjakan secara bersama (amal jama'i).
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sendiri, ialah pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan kewajiban individual, seperti: kewajiban beribadah, dzikrullah, maupun tadzkiyatun nafs (membersihkan hati), kewajiban yang menyangkut kebutuhan akal seperti menuntut ilmu, membaca dan menelaah buku, maupun kewajiban yang berkaitan dengan kebutuhan jasmani seperti makan dan minum, serta olahraga. Semua kegiatan individual itu menjadi privacy yang harus diprioritaskan dalam mengelola waktu. Ketidakmampuan seseorang mengalokasikan waktu untuk membina dirinya akan berpengaruh pada kualitas hidupnya secara keseluruhan. Akibatnya, dalam mengerjakan pekerjaan atau kewajiban bersama pun ia tidak akan sempurna, malah bisa menjadi beban dan sumber masalah bagi orang lain (di rumah tangga, kantor, maupun lingkungan sosialnya).
Sedangkan pekerjaan-pekerjaan berhubungan dengan orang lain bertingkat-tingkat, mulai kegiatannya di rumah tangga, di tempat kerja, di lingkungan masyarakat, hingga kegiatannya dalam aktifitas da'wah. Semuanya harus tertata secara proporsional. Ketidakmampuan seseorang dalam menata aktifitasnya mengakibatkan ketidakseimbangan dalam hidupnya. Sebagian terfokus pada kegiatan individualnya, tanpa memiliki kepekaan dan kepedulian sosial. Atau sebaliknya, begitu tersitanya waktu untuk pekerjaan dan aktifitas sosial sementara kehidupan individu dan rumah tangganya tidak tertangani.
Di dalam manajemen waktu, prioritas pekerjaan dapat diklasifikasi ke dalam empat kuadran. Pertama, ialah pekerjaan yang mendesak namun tidak penting (seperti ban kempes, saat mau berangkat pakaian belum disetrika). Jadikan pekerjaan-pekerjaan di kuadran ini sebagai kegiatan rutin. Kedua, pekerjaan yang mendesak dan penting. Selain hal yang mendakak (rapat mengantisipasi “manuver” kompetitor bisnis), umumnya pekerjaan ini disebabkan kebiasaan menunda-nunda menyelesaikan pekerjaan hingga ke menit-menit terakhir. Jadi, hilangkan kebiasaan menunda-nunda. Ketiga, pekerjaan yang penting tetapi tidak mendesak. Inilah kuadran paling ideal. Semua pekerjaan dapat dijadikan kuadran ini apabila kita menata waktu dengan baik dan disiplin menjalankannya, sehingga memiliki keleluasaan yang memadai untuk mengerjakan sesuatu yang penting. Ke-empat, pekerjaan tidak penting dan tidak mendesak. Ini adalah pekerjaan yang menyangkut hobi dan kesenangan. Apabila tidak disiplin, bisa menyita waktu dan mengabaikan pekerjaan penting lainnya. Fokus pada pekerjaan utama, jadikan hobi sebagai bumbu yang membuat kesibukan anda terasa “sedap” dan tetap fresh.

Melatih Kedisiplinan
Disiplin kunci utama keberhasilan dalam mengelola sumberdaya waktu. Dengan kedisiplinan setiap rencana dikerjakan sesuai dengan jadwalnya (time schedule), pekerjaan yang mendesak dapat diminimalisir. Selain itu, dengan disiplin, kita akan tetap fokus pada pekerjaan utama tanpa terganggu oleh interupsi yang mengganggu dan membuang-buang waktu.
Membangun kedisiplinan harus dimulai dari diri sendiri, dari kesadaran akan arti penting waktu dan hidup itu sendiri. Kesadaran betapa pentingnya hidup ini akan menuntun seseorang pada nilai waktu. Kualitas hidup, nasib di dunia dan akhirat, akan sangat ditentukan oleh sejauhmana seseorang dalam menggunakan waktunya.
Islam, telah memberikan sarana latihan yang sangat memadai dalam membangun kedisiplinan ini, dimana setiap aktifitas ibadah memiliki waktunya tersendiri. Terutama shalat, ia merupakan metode pelatihan yang efektif bagi seorang muslim untuk membangun dan melatih kedisiplinannya. Dimulai dari kedisiplinan dalam menegakkan shalat, tidaklah sulit bagi seorang muslim untuk berdisiplin dalam menjalani hidupnya.
Membangun, melatih dan memelihara kedisiplinan ini tidak cukup dilakukan sendiri, dan itu akan sangat berat. Diperlukan partner yang akan senantiasa mengingatkan dan meluruskan setiap penyimpangan dan kesalahan dalam menggunakan waktu yang kita miliki. Berinteraksi dan bergaul dalam kehidupan masyarakat adalah cara lain untuk melatih dan memelihara kedisiplinan. Dalam masyarakat muslim, dimana di dalamnya setiap individu berupaya membangun dan memelihara disiplin, setiap detakan waktu akan teralokasikan dalam aktifitas yang bermanfaat.
Maka, Rasulullah SAW mengumpamakan masyarakat Islam sebagai sebuah perahu dan seorang pelanggar disiplin adalah orang yang hendak mengambil air dengan cara melubangi dinding kapal. Masyarakat Islam akan menegurnya, bila tidak, perahu akan karam. Begitulah analoginya. Da'wah ilal haq wa shabr dan jihad fi sabilillah adalah mekanisme masyarakat Islam dalam memelihara dirinya agar tetap disiplin menta'ati syariat Allah dan tidak menyimpang dari tujuan hidupnya...


DOWNLOAD ARTIKEL INI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo