Langsung ke konten utama

Hukum Berqurban


Ustadz, apakah hokum berqurban itu? Di masjid kami, seorang ustadz mewajibkan kami untuk berqurban. Bagaimana menurut ustadz?
Menyembelih hewan qurban atau berqurban merupakan salah satu ibadah yang disyari’ahkan bagi setiap muslim yang mampu.Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: “Maka dirikanlah shalat karena RabbMu dan berqurbanlah”. (QS. Al-Kautsaar 2). Para ahli tafsir menafsirkan, “Shalatlah Idul Adha kemudian berqurbanlah!”. Selain itu, ibadah qurban menjadi syi’ar Islam yang paling nampak, sebagaimana dinyatakan Allah SWT: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengangungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”. (QS. Al-Hajj 32). Rasulullah SAW sendiri melaksanakan qurban setiap tahun sejak disyari’ahkan, yakni selama hampir sepuluh tahun hingga beliau SAW meninggal dunia.
Adapun hukum berqurban bagi seorang muslim yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat. Pertama ialah berpendapat berqurban itu wajib, berdosa hukumnya bila tidak dilaksanakan. Ini adalah pendapat Rabi’ah, al-‘Auza’i, al-Laits,Imam Abu Hanifah dan sebagian dari ulama madzhab Maliki. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun cenderung pada pendapat ini. Hal ini diantaranya berdasarkan hadits Nabi SAW: “Barangsiapa memiliki kemampuan untuk berqurban, namun tidak berqurban, maka janganlah mendekati tempat shalat (mushala) kami”. (HR al-Hakim dan Baihaqi dari Abu Hurairah RA secara mauquf).
Pendapat kedua menyatakan bahwa berqurban itu hukumnya adalah sunnah mu’akkadah, artinya suatu amalan yang sangat ditekankan untuk dilakukan namun tidak sampai wajib. Ini adalah pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Ini adalah pendapat Abu Bakar RA, Umar bin Khatab RA, Imam Syafi’i, Ahmad dan juga pendapat yang masyhur dari madzhab Malik. Tidak sampai wajibnya hukum berqurban diantaranya karena adanya hadits berikut: “Tiga hal yang untukku wajib (fardhu) dan untukmu sunnah (tathawwu’) yakni shalat witir, berqurban dan shalat dhuha”. (HR Ahmad dan Hakim).
Demikianlah hukum qurban. Para ulama fiqih (fuqaha) terbagi dua pendapat, ada yang menetapkan wajib dan sunnah muakkadah. Wallahu’alam bishshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash...

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo...

Memperoleh Pekerjaan Dengan Menyuap

Ustadz bagaimana hukumnya memperoleh pekerjaan dengan cara menyuap? Apakah pekerjaan tersebut halal? Praktek suap ( risywah ) baik berupa uang, barang atau bentuk lainnya, adalah tindakan pelanggaran syari’ah yang serius. Para pelaku yang terlibat di dalamnya, yaitu penyuap, yang menerima suap dan perantara terjadinya praktek tersebut dilaknat oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menjadi perantara diantara keduanya”. (HR. Tirmidzi). Dalam hadits yang lain, Rasul SAW bersabda: “Orang yang menyuap dan orang yang disuap masuk neraka”. (HR Thabrani). Kerasnya larangan praktek suap ini karena bisa merusak kehidupan masyarakat. Bila suap menyuap telah biasa dan membudaya di tengah masyarakat, niscaya rusaklah seluruh tatanan kehidupan masyarakat tersebut. Tidak hanya rusak dari sisi akhlak semata, tetapi juga meruntuhkan sendi ekonomi, ikatan sosial, kehidupan p...