Langsung ke konten utama

Masalah Arah Qiblat


Di mushala kantor arah shalat disesuaikan dengan dinding ruangan sehingga melenceng dari qiblat. Pengurus mushala mengatakan tidak apa-apa karena katanya kemanapun kita menghadap disitulah Allah SWT. Bagaimana menurut Ustadz?

Salah satu syarat shah shalat ialah menghadap qiblat, yakni Ka’bah Baitul Haram. Dengan demikian, tidaklah sah shalat yang tidak menghadap qiblat. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT berikut: “Dan darimana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya”. (QS. Al-Baqarah: 150). Orang yang menyaksikan Ka’bah wajib menghadap langsung ke arah Ka’bah, sedangkan yang tidak bisa melihatnya, wajib baginya menghadap ke arahnya.
Masalah arah qiblat menjadi hal yang sangat penting, sehingga wajib bagi seorang muslim untuk mengetahuinya sebelum ia shalat. Mengetahui arah qiblat bisa bertanya kepada orang yang tahu, ataupun melihat tanda-tanda dan isyarat yang menunjukkan arah qiblat. Saat ini di berbagai masjid, mushala dan tempat-tempat lain arah qiblat telah ditandai sehingga memudahkan orang yang hendak shalat. Menentukan arah qiblat pun bukan hal yang sulit dengan adanya berbagai alat penentu arah, seperti kompas. Karena itu, tidak ada alasan bagi pengurus mushala untuk tidak segera meluruskan kembali arah qiblatnya.
Adapun rukhsah (keringanan) diberikan kepada orang yang shalat untuk tidak menghadap qiblat dalam keadaan sama sekali tidak mengetahui arah qiblat, sehingga ia berijtihad (mengambil keputusan) berdasarkan ilmu dan keyakinannya. Walau keputusannya salah, shalatnya tetap sah dan tidak wajib diulangi. Dalam hal ini, berlaku firman Allah SWT: “Maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah (qiblat) Allah”. (QS. Al-Baqarah 115). Ayat ini pun menjadi rukhsah bagi orang untuk shalat (sunnat) diatas kendaraan, sehingga ia menghadap sesuai dengan arah kendaraannya. Jadi, ayat ini bukan dalil untuk sembarangan menetapkan arah qiblat apalagi membenarkan kekeliruan arah qiblat yang dilakukan secara sengaja. Wallahu’alam bishshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash...

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo...

Memperoleh Pekerjaan Dengan Menyuap

Ustadz bagaimana hukumnya memperoleh pekerjaan dengan cara menyuap? Apakah pekerjaan tersebut halal? Praktek suap ( risywah ) baik berupa uang, barang atau bentuk lainnya, adalah tindakan pelanggaran syari’ah yang serius. Para pelaku yang terlibat di dalamnya, yaitu penyuap, yang menerima suap dan perantara terjadinya praktek tersebut dilaknat oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menjadi perantara diantara keduanya”. (HR. Tirmidzi). Dalam hadits yang lain, Rasul SAW bersabda: “Orang yang menyuap dan orang yang disuap masuk neraka”. (HR Thabrani). Kerasnya larangan praktek suap ini karena bisa merusak kehidupan masyarakat. Bila suap menyuap telah biasa dan membudaya di tengah masyarakat, niscaya rusaklah seluruh tatanan kehidupan masyarakat tersebut. Tidak hanya rusak dari sisi akhlak semata, tetapi juga meruntuhkan sendi ekonomi, ikatan sosial, kehidupan p...