Langsung ke konten utama

Tauhid - Kebersihan Hati Nurani


 Katakanlah: Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat”. (QS. Al-Fushulat 6-7)

Pada asalnya hati nurani manusia itu bersih. Bersihnya hati manusia, tidaklah sebagaimana diumpakan sebagai secarik kertas kosong, atau tanpa rasa, tanpa kecenderungan, dan hampa dari nilai-nilai. Di dalam Islam, kebersihan hati nurani manusia pada awalnya, disebut fitrah. Fitrah adalah kondisi awal nurani manusia yang memiliki kecenderungan pada nilai-nilai Ilahi dan siap menerima petunjukNya. Demikianlah Allah telah menciptakan manusia dimana pada awal penciptaannya, manusia telah mengakui Allah sebagai Rabb mereka. Inilah hakikat kebersihan awal hati nurani manusia.
Fitrah manusia ialah tauhid, mengesakan Allah SWT. Hanya dengan mengesakan Allah-lah hati manusia akan menemukan ketentraman dan ketenangan. Fitrah ini akan tumbuh manakala ia berada di lingkungan yang kondusif dimana seorang manusia lahir dalam lingkungan nilai-nilai Islam. Seorang anak yang lahir di tengah keluarga muslim, akan dengan mudah menumbuhkan keimanannya. Fitrahnya akan segera menemukan tuntunan hidup yang selaras yaitu Islam.
Sekalipun demikian, bukanlah berarti anak-anak yang lahir ditengah keluarga Nasrani atau Yahudi tidak memiliki fitrah yang sama, namun mereka memerlukan usaha dan perjuangan tersendiri untuk menemukan jalan hidup yang selaras dengan fitrahnya, Islam.
Disamping fitrah dari aspek iman ini, manusia pun memiliki rasa dan kecenderungan pada hal-hal yang indah, baik dan segala hal yang bermanfaat. Inilah hati nurani manusia yang fitrahnya terjaga. Manusia akan menyukai pada kedamaian dalam hidupnya, ia akan tidak merasa nyaman dengan perselisihan, konflik apalagi peperangan. Manusia pun akan menyukai keindahan dan kebersihan, ia tidak suka pada sesuatu yang buruk, jorok, kotor dan tidak teratur. Itulah fitrah insaniyah. Kondisi nurani manusia yang bersih.
Jika tidak demikian, bisa dipastikan bahwa fitrah manusia telah menyimpang. Bila manusia tersesat dari tauhid, dimana ia meyakini adanya dzat ketuhanan selain Allah, maka hati nuraninya telah kotor dan fitrahnya rusak. “Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat”. Kecelakaan besar bagi orang-orang yang telah mengotori hatinya, ialah berupa ketersesatan dalam aqidah, jauh dari petunjuk Allah. Di dunia, seluruh langkah dan perbuatannya menjadi sia-sia, dan di akhirat ia mendapat balasan yang pedih atas ketersesatan fitrahnya.
Upaya membersihkan hati, mengembalikan hati pada fitrahnya, adalah dengan mengembalikan kesesatan pada tauhid. Di dalam ayat itu pun, disebutkan mereka yang mendapat kecelakaan besar itu la yu’tuna zakat, yakni tidak membersihkan hatinya atau tidak bertauhid. Orang yang fitrahnya tersesat, tidak lagi mentauhidkan Allah SWT, malah mempersekutukanNya.
Tindakan mempersekutukan Allah pun adalah tindak kedzaliman bagi nurani manusia. Orang musyrik adalah orang yang mendzalimi hati dan menganiaya nuraninya. Fitrah manusia yang bersih, dikotorkan dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan kecenderungan baiknya. Hati yang didzalimi tidak akan pernah bisa menemukan ketentraman dan merasakan ketenangan. Hati yang didzalimi adalah hati yang kotor sehingga tidak akan mampu melihat dan merasakan petunjuk-petunjuk Ilahi dalam kehidupan.
Tauhid menjaga fitrah manusia sekaligus membersihkannya dari berbagai kotoran. Tauhid menjaga kecenderungan fitrah pada nilai-nilai Rabbani, memelihara nurani dari kemusyrikan dan hal-hal lainnya yang dapat menyesatkan. Tauhid pun menumbuhkan hati dalam nilai-nilai Rabbani, sehingga ia semakin mudah untuk menangkap ayat-ayat Allah, mempertajam nurani hingga bergetar tatkala merasakan keagungan Allah SWT.
Tauhid adalah fitrah manusia, asal kesucian hati manusia. Semestinya setiap manusia menjaga fitrah dirinya, memelihara tauhid dan menanamkannya dengan sungguh-sungguh. Menanamkan tauhid, menjaga hati dari segala yang menyimpangkannya dari tauhid, merupakan upaya pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs) yang sepatutnya menjadi prioritas setiap manusia. Tanpa upaya yang sungguh-sungguh untuk menjaga tauhid dan memeliharanya, niscaya hati manusia akan dipenuhi oleh berbagai kotoran dan penyakit, pada akhirnya sangat mungkin nurani manusia akan tersesat jauh dari petunjuk Allah dalam hidupnya…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash

Manajemen Sumberdaya Waktu

Demi masa.. Begitulah Allah SWT bersumpah atas waktu di dalam al-Qur'an surat al-Ashr. Hal ini, menurut para ahli tafsir ( mufassir ), menunjukkan akan arti penting atas permasalahan tersebut. Dan sepatutnya menjadi perhatian utama bagi kaum muslimin, yang membaca al-Qur'an. Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Begitulah Allah SWT melanjutkan peringatannya. Pengelolaan waktu yang serampangan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Di dunia, waktu yang tersia-sia menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan keterpurukan secara materi (peradaban) maupun budaya. Di akhirat, manusia yang hidupnya tidak memperhatikan waktu akan menuai kesengsaraan yang tidak kalah nestapanya dan tiada berkesudahan. Maka, perhatikanlah waktu, bagaimana kita mengelolanya dan untuk apa kita alokasikan seluruh waktu yang kita miliki. Agar kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebab manusia yang bijak akan mengalokasikan waktunya

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo