Langsung ke konten utama

Dzikrul Maut - Jalan Pembersihan Diri


 “ Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam keadaan lalai lagi berpaling (darinya)”.
(QS. Al-Anbiya 1)


Adakalanya berbagai penyakit hati, jauh lebih mudah dibersihkan dengan jalan mengingat mati (dzikrul maut). Berbagai penyakit seperti sombong, hasad, amarah dan syahwat bisa lebih cepat mereda tatkala kita teringat pada kematian. Saat kematian dimana kita harus meninggalkan segala hiruk pikuk kehidupan ini dan masuk dalam kegelapan yang sunyi dalam sebidang tanah yang hanya cukup menampung sekujur badan. Di dalam sebidang tanah itulah kita dikubur, sendiri. Pada saat itu, kita mulai dihisab untuk mempertanggungjawabkan seluruh kehidupan di dunia yang telah dijalani.
Adakah orang yang tidak gentar mengingat kematian? Hari dimana kita harus meninggalkan semua orang yang dicintai dan mencintai diri kita, dan masing-masing masuk ke dalam kehidupan sendiri-sendiri. Hari dimana kita akan mulai menjalani hidup sendirian menuju keabadian, sendirian. Hari dimana kita meninggalkan isteri-isteri dan anak-anak yang sangat dicintai. Sanak saudara dan kerabat, mungkin akan menangisi kematian kita, namun mereka tidak akan menyertai perjalanan panjang kehidupan setelah kematian menjemput. Semua orang yang dicintai dan mencitai akan berpisah. Semua kekayaan yang telah dikumpulkan, akan ditinggalkan. Semua pangkat dan jabatan yang dipegang, akan ditanggalkan.
Kesombongan apalagi yang hendak kita benarkan, saat kita teringat pada kematian. Jika kita sombong karena kekayaan yang kita miliki, sungguh tidak berarti apa-apa kekayaan itu. Ia tidak bisa mencegah datangnya kematian. Ia pun tidak akan dibawa serta ke dalam kematian. Semua kita tinggalkan, harta dunia di dunia. Sedangkan jasad yang selama ini mungkin dibalut pakaian yang mahal, mewah dan senantiasa harum, kini hanya dibalut kain kafan lalu dibaringkan diatas tanah, tanpa alas.
Kesombongan apakah yang tidak rontok bila kita ingat mati? Jika kita sombong dengan pangkat dan jabatan yang disandang, sungguh ia tidak berarti apa-apa saat jasad sudah tidak bernyawa. Semua bawahan dan para pengikut setia yang selama ini mengelu-elukan semasa hidup, tidak akan ada sudi ikut menemani saat jasad diturunkan ke liang lahat. Semua kekuasaan kita tanggalkan, semua pengikut pun akan meninggalkan diri kita sendiri di liang lahat. Dihari itu, hanyalah amal-amal shalih yang kita bawa dan menjadi bekal untuk menjalani kehidupan baru yang abadi.
Orang yang teringat pada kematian, akan mudah membersihkan hati dari berbagai penyakit hati. Orang yang teringat mati tidak mungkin hasad kepada orang-orang kaya, senan semua harta kekayaan yang diperoleh di dunia ini adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Semakin melimpah harta yang dimiliki, semakin banyak pula yang harus dipertanggung-jawabkan. Bagi orang beriman yang cerdas karena ingat mati, bukan masalah sedikit dan banyaknya harta, tetapi seberapa besar harta tersebut digunakan di jalan kebaikan.
Sayangnya, dalam kehidupan dunia yang singkat dan sesaat ini, manusia kebanyakan justru lalai dari kematian yang pasti menjemputnya. Kehidupan dunia telah melenakan sehingga lupalah mereka pada ajal yang sewaktu-waktu bisa datang. Mereka terlena oleh kehidupan dan melalaikan kematian, karena mereka jalani hidup yang jauh dari nilai-nilai agama. Tatkala nilai-nilai agama menjauh dari kehidupan seseorang, maka kematian pun terlupakan. Jika dalam sesaat mereka teringat pada kematian, mereka bukannya mempersiapkan diri menghadapi kematian, tetapi justru makin keras berupaya menghindarinya atau malah melupakannya. Tindakan yang sia-sia, sebab kematian pasti datang, dalam keadaan siap atau lalai.
Lalai dari kematian, berupaya melupakan kematian, artinya sama dengan menyibukkan diri dengan kenikmatan duniawi dan selalu menjadikan dunia sebagai pusat kegiatannya. Manusia yang terjebak oleh kehidupan dunia ialah bagaikan orang yang mengikuti permainan namun ia tidak tahu tujuan dan aturan main itu sendiri, sehingga ia baru sadar tatkala waktu permainan hendak berakhir, atau sadar ketika waktu permainan telah usai. Begitulah kehidupan dunia, bagai sebuah permainan yang bisa melenakan manusia. Orang berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaan, dari pagi hingga malam, kadang tidak lagi peduli halal dan haram, hingga ia mencium tanah pun hasrat pada kekayaan tidak akan berkurang. Semakin diikuti semakin menjerat. Sebagian lain disibukkan dengan mengejar puncak kekuasaan. Teramat sibuk, nyaris tidak ada lagi waktu tersisa, jangankan untuk memperhatikan anak dan istrinya, untuk memperhatikan dirinya pun sudah tidak ada waktu. Perhatian pun sebatas pada permukaan yang tipis, diselesaikan dengan uang. Hati yang kosong diisi dengan hiburan. Fisik yang lemah diisi dengan makanan lezat dan minuman mewah. Perhatian untuk anak-anak diwujudkan dengan acara keluarga bersama setiap minggu. Semuanya hanyalah sentuhan tipis tanpa arti.
Maka, orang yang senantiasa ingat akan kematian, adalah orang yang cerdas. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, “Aku datang menemui Nabi SAW bersama sepuluh orang, lalu salah seorang Anshar bertanya, “Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah SAW?” Nabi SAW menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat”. (HR Ibnu Majah)
Dengan mengingat mati, ada dua hal yang diketahui pasti. Pertama, tidak akan terjebak oleh kehidupan dunia dengan segala hiruk-pikuknya yang melenakan. Bahkan, ia memahami bahwa semua perhiasan dunia bisa menjadi sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, sarana untuk memperbanyak amal shalih, yang akan menjadi bekalnya dalam menghadapi kehidupan setelah kematian.
Kedua, orang yang senantiasa ingat pada kematian, tidak akan mudah dihinggapi penyakit hati. Jikapun penyakit itu masuk, akan dengan mudah hatinya dibersihkan. Tidak ada yang perlu disombongkan atas harta kekayaan yang diterimanya, tidak perlu pula hasad kepada orang lain, sebab ia tahu semua itu hanyalah amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan. Hilangnya penyakit sombong dan hasad, melahirkan rasa bahagia. Ia bisa merasakan kebahagiaan manakala orang lain mendapatkan karunia serta berharap hal itu akan menjadi sarana kebaikan bagi orang yang menerimanya.
Seluruh karunia dan amanah Allah SWT di dunia ini, baik berupa harta kekayaan maupun kemuliaan hidup di dunia, hanyalah bagian dari perjalanan kehidupan yang bisa dinikmati dan peran yang dimainkan manusia untuk mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Karena itulah, semakin sering mengingat kematian, maka akan semakin mudah baginya untuk membersihkan hati dari berbagai penyakit. Penyakit hati selalu terkait dengan masalah duniawi, sedangkan dunia ini bukanlah kehidupan yang sesungguhnya, hanyalah sesaat dan persinggahan sementara untuk kemudian menuju kehidupan akhirat yang abadi. Jika hati senantiasa terikat pada akhirat, penyakit dunia apa yang bisa mendera?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash

Manajemen Sumberdaya Waktu

Demi masa.. Begitulah Allah SWT bersumpah atas waktu di dalam al-Qur'an surat al-Ashr. Hal ini, menurut para ahli tafsir ( mufassir ), menunjukkan akan arti penting atas permasalahan tersebut. Dan sepatutnya menjadi perhatian utama bagi kaum muslimin, yang membaca al-Qur'an. Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Begitulah Allah SWT melanjutkan peringatannya. Pengelolaan waktu yang serampangan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Di dunia, waktu yang tersia-sia menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan keterpurukan secara materi (peradaban) maupun budaya. Di akhirat, manusia yang hidupnya tidak memperhatikan waktu akan menuai kesengsaraan yang tidak kalah nestapanya dan tiada berkesudahan. Maka, perhatikanlah waktu, bagaimana kita mengelolanya dan untuk apa kita alokasikan seluruh waktu yang kita miliki. Agar kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebab manusia yang bijak akan mengalokasikan waktunya

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo