Langsung ke konten utama

Mengolok-olok Ulama


Dalam beberapa tayangan televisi, ulama dan tokoh agama tidak jarang jadi bahan lawakan dan olok-olok. Bagaimana menurut ustadz?

Kedudukan ulama di dalam Islam sangatlah terhormat. Betapa banyak nash yang menggambarkan kemuliaan orang-orang yang mempelajari Islam dan mengajarkannya. Ketinggian derajat ulama, diantaranya disebutkan langsung pada ayat berikut: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al-Mujadilah 11). Diantara kemulian ulama, ialah mereka menjadi tempat rujukan bagi ummat untuk meminta fatwa dan penjelasan atas berbagai permasalahan dalam agama ini. “Maka bertanyalah kepada ahladz dzikr jika kamu tidak mengetahui”. (QS. An-nahl: 43). Ahludz dzikr ialah ulama, yaitu mereka yang memahami dan mendalami al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ulama pun disebut pewaris para nabi, karena hidup mereka diabdikan untuk menegakkan Islam, da’wah ke jalan Allah, amar ma’ruf nahyi munkar dan adakalanya menyerukan jihad. Dalam menjalankan kewajiban ini, tidak ada yang ditakutinya, kecuali Allah SWT. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya, hanyalah ulama”. (QS. Al-Fathir 28)
Mengingat kemuliaan kedudukan dan tugas ulama, maka sangatlah tercela bila ia dijadikan bahan olok-olok, apapun tujuannya. Jika bertujuan untuk mengkritik ulama, maka ada etika dan adab dalam Islam untuk mengkritik dan menasehati, baik dalam masalah pribadi maupun pandangannya. Adapun mengolok-olok, menjadikannya bahan senda gurau, bukanlah cara Islami, bahkan terlarang. “Hai orang-orang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)”. (QS. Al-Hujurat: 11)
Jadi, menjadikan ulama sebagai bahan olok-olokan dan tertawaan, adalah tindakan terlarang dan tercela. Demikian pula dengan tayangan atau acara yang menjadikan ulama dan agama sebagai bahan senda gurau, adalah tercela dan sepatutnya ditinggalkan oleh setiap muslim. Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash

Manajemen Sumberdaya Waktu

Demi masa.. Begitulah Allah SWT bersumpah atas waktu di dalam al-Qur'an surat al-Ashr. Hal ini, menurut para ahli tafsir ( mufassir ), menunjukkan akan arti penting atas permasalahan tersebut. Dan sepatutnya menjadi perhatian utama bagi kaum muslimin, yang membaca al-Qur'an. Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Begitulah Allah SWT melanjutkan peringatannya. Pengelolaan waktu yang serampangan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Di dunia, waktu yang tersia-sia menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan keterpurukan secara materi (peradaban) maupun budaya. Di akhirat, manusia yang hidupnya tidak memperhatikan waktu akan menuai kesengsaraan yang tidak kalah nestapanya dan tiada berkesudahan. Maka, perhatikanlah waktu, bagaimana kita mengelolanya dan untuk apa kita alokasikan seluruh waktu yang kita miliki. Agar kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebab manusia yang bijak akan mengalokasikan waktunya

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo