Langsung ke konten utama

Menyambut Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan segera tiba. Bulan yang teramat istimewa bagi kaum muslimin. Bulan penuh berkah, rahmat dan maghfirah. Sedemikian istimewanya bulan ini, Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya jauh hari. Sejak bulan Rajab beliau SAW mengkondisikan dirinya untuk menyambut dan menghadapi bulan Ramadhan. Anas bin Malik ra. menuturkan bahwa saat memasuki bulan Rajab, beliau SAW senantiasa berdo’a: “Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”. (HR. Tirmidzi dan ad-Darimi)

Menjelang Ramadhan Rasulullah SAW pun biasa mengumpulkan para shahabatnya ra. dan memberi khutbah agar mereka mempersiapkan diri dalam menghadapi bulan Ramadhan. Dalam khutbahnya, Nabi SAW mendorong para shahabat untuk mengisi bulan suci ini dengan berbagai ibadah dan amal shalih. Diantara cuplikan khutbah beliau SAW ialah: “Berdoalah kalian kepada Allah, Rabb kalian, dengan niat yang ikhlas dan hati yang tulus agar Allah membimbing kalian untuk melakukan shaum dan membaca kitabNya. Celakalah orang yang tidak meraih ampunan pada bulan yang agung ini. Ingatlah, dengan rasa lapar dan haus kalian, kelaparan dan kehausan pada hari Kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin. Muliakanlah orangtua kalian, sayangilah yang muda, sambunglah silaturahim kalian, jagalah lidah kalian, tahanlah pandangan kalian dari apa yang tidak halal kalian pandang, dan peliharalah pendengaran kalian dari apa yang tidak halal kalian dengarkan”.

Di bulan Ramadhan, para shahabat mengisinya dengan kekhusuan ibadah dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Ustman bin Affan ra. pernah mengkhatamkan al-Qur’an dalam satu rakaat shalatnya. Umar Ibnu Khatab ra. kian banyak menangis hingga membayang dua garis hitam di kedua pipinya. Ali bin Abi Thalib ra. kian sering merenung dan menangis di mihrabnya sampai janggutnya basah oleh air matanya. Ia pun berkata: “Wahai dunia, jikalau engkau hendak menipu… carilah orang lain. Sungguh, telah kuceraikan dirimu dengan thalak tiga”. Diriwayatkan pula, Imam Syafi’i selama bulan Ramadhan, mengkhatamkan al-Qur’an sedikitnya 60 kali.

Berbagai persiapan semestinya dilakukan kaum muslimin dalam menyambut dan menghadapi bulan Ramadhan, agar berbagai keutamaan bulan suci ini bisa diraihnya. Rasulullah SAW pernah menyatakan, seandainya manusia tahu berbagai keutamaan yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya mereka menuntut agar semua bulan dalam setahun adalah Ramadhan seluruhnya.

Setidaknya ada enam langkah yang harus dipersiapkan seorang muslim dalam menyambut Ramadhan, agar selain bisa meraih berbagai keutamaan bulan tersebut, juga merasakan nikmatnya ibadah dan lezatnya beramal shalih pada bulan penuh berkah dan maghfirah tersebut.

Langkah pertama adalah melakukan instrospeksi diri (muhasabah). Mengapa dimulai dengan menghisab diri? Tiada lain agar terjadi peningkatan kualitas diri pada setiap bulan Ramadhan. Ramadhan menjadi bulan pembinaan (tarbiyah), sehingga setiap tahun kualitas seorang muslim mengalami up-grading, peningkatan. Peningkatan ini tidak bisa terjadi bila seseorang tidak mengetahui kekurangan dirinya. Evaluasi dalam masalah keikhlasan, apakah masih banyak dalam ibadah dan amal kita dikotori dengan riya dan sum’ah. Evaluasi dalam pergaulan, apakah hasad (iri dengki) dan ghibah masih mewarnai. Evaluasi dalam keilmuan dan pengetahuan tentang Islam, agama yang akan menjadi bekal bagi hidup di dunia dan di akhirat, sejauhmana kita memahami al-Qur’an dan berusaha mengamalkannya. Bagaiamana pula dengan pemahaman tentang hadits?

Betapa banyak aspek yang bisa dievaluasi, bila dilakukan secara jujur dan ikhlas, akan membawa kita pada langkah kedua, taubat yang benar (at-taubah ash-shadiqah). Ini adalah pembersihan diri dari kesalahan dan kelalaian selama ini. Seorang muslim tidak bisa menikmati Ramadhan, merasakan lezatnya ibadah di bulan suci bila masih bergelimang dalam dosa. Karena itu, ketika Ali bin Abi Thalib ra. bertanya: “Ya Rasulullah, amal apa yang paling utama di bulan Ramadhan?” Jawab Nabi SAW, “Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah (Dosa)”. Dosa adalah kotoran yang bisa menutup hati. Hati yang kotor tidak mungkin bisa melihat keagungan Ramadhan dan merasakan nikmatnya ibadah di bulan suci ini.

Karena itu, langkah berikutnya adalah merencanakan dengan matang (at-takhthiith) agenda kegiatan di bulan Ramadhan. Isilah hari-hari yang istimewa di bulan suci ini dengan kegiatan ibadah dan banyak amal shalih. Perbanyak membaca al-Qur’an, laksanakan shalat-shalat sunnah, rajin menghadiri majlis ta’lim, bermurah hati untuk sedekah dan amal jariyah, semua itu akan mengisi kekosongan dan menghindari kelalaian yang bisa menjerumuskan pada dosa. Bila dari waktu ke waktu terjaga dalam ketaatan dan ibadah, niscaya terjaga pula kita dari dosa yang bisa menghalangi diri dari meraih keistimewaan bulan ramadhan, dan dari menikmati kelezatan ibadah di bulan suci.

Langkah berikutnya, sadarilah bahwasanya Ramadhan (Shaum) itu adalah bagian dari ibadah bukan adat kebiasaan (ash-shaum‘ibadah laa ‘aadah). Shaum itu bukan kebiasaan, dilaksanakan sebagai rutinitas. Bila demikian, maka wajarlah bila ada orang yang melalui berkali-kali Ramadhan namun tidak mengalami perubahan diri, tidak ada perbaikan. Tidak boleh seperti itu. Shaum adalah ibadah yang memiliki syarat-syarat, ada rukun-rukun, ada sunnah-sunnah, ada capaian yang harus diraih. Bila shaum dilaksanakan asal-asalan, rugilah orang yang melaksanakannya, karena ia hanya beroleh rasa lapar dan dahaga saja.

Karena itu, persiapan terakhir dalam menyambut Ramadhan adalah mengetahui ilmu tentang shaum dan memahaminya (al-‘ilmu wal fiqhu). Ilmu inilah yang akan membimbing agar shaum terlaksana sesuai dengan arahan dari yang mewajibkannya, yakni Allah SWT. Dengan pemahaman shaum yang benar, niscaya Ramadhan bisa terasa indah, nikmat dan penuh berkah. Sebelum dan selama Ramadhan, sepatutnyalah kaum muslim bergiat dalam menghadiri majlis-majlis ilmu dan dzikr agar sempurnalah persiapan untuk menyambut Ramadhan, siap pula melaksanakan seluruh kewajiban dengan perasaan lapang dan bahagia.`

Dengan enam persiapan tersebut, capaian dari pelaksanaan ibadah shaum (la’allakum tattaqun) agar menjadi manusia bertaqwa bisa tercapai. Taqwa adalah sasaran yang agung, karena itulah nilai manusia di sisi Allah SWT. “Ya Allah berkahilah dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan”.■

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash

Manajemen Sumberdaya Waktu

Demi masa.. Begitulah Allah SWT bersumpah atas waktu di dalam al-Qur'an surat al-Ashr. Hal ini, menurut para ahli tafsir ( mufassir ), menunjukkan akan arti penting atas permasalahan tersebut. Dan sepatutnya menjadi perhatian utama bagi kaum muslimin, yang membaca al-Qur'an. Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Begitulah Allah SWT melanjutkan peringatannya. Pengelolaan waktu yang serampangan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Di dunia, waktu yang tersia-sia menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan keterpurukan secara materi (peradaban) maupun budaya. Di akhirat, manusia yang hidupnya tidak memperhatikan waktu akan menuai kesengsaraan yang tidak kalah nestapanya dan tiada berkesudahan. Maka, perhatikanlah waktu, bagaimana kita mengelolanya dan untuk apa kita alokasikan seluruh waktu yang kita miliki. Agar kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebab manusia yang bijak akan mengalokasikan waktunya

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo