Langsung ke konten utama

Hukum Melaksanakan Sholat Ied


Dalam suatu pengajian, seorang ustadz menyampaikan bahwa shalat ied itu wajib bukan sunnah. Apakah benar? Mohon penjelasannya.

Shalat ied (hari raya), baik iedul fitri maupun iedul adha, mulai diperintahkan dalam syari’ah pada tahun pertama hijrah. Dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman berkaitan dengan hal ini: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Allah dan berqurbanlah”. (QS. Al-Kautsar: 1-2). Sejak disyari’ahkan, Rasulullah SAW selalu mengerjakannya, tidak pernah meninggalkannya. Beliau SAW pun memerintahkan kaum muslimin, baik laki-laki maupun kaum wanitanya untuk melaksanakan shalat Ied.
Lebih dari itu, shalat ied pun merupakan salah satu syi’ar dalam Islam. Rasulullah SAW biasa keluar untuk shalat Ied bersama para isteri dan anak-anaknya (HR Ibnu Majah dan Baihaqi). Bahkan anak-anak dan wanita haid pun disyari’atkan untuk keluar pada hari raya. “Kami diperintahkan untuk mengeluarkan semua gadis dan wanita haid pada kedua hari raya agar mereka dapat menyaksikan kebaikan hari itu, juga do’a dari kaum muslimin. Hanyasaja para wanita yang haid menjauhi tempat shalat”. (HR Bukhari dan Muslim)
Secara hukum para ulama berbeda pendapat. Sebagian menyatakan bahwa shalat Ied (baik iedul fitri maupun iedul adha) hukumnya sunnah mu’akkadah, yakni sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan. Pendapat inilah yang populer dikalangan masyarakat saat ini. Namun sebagian lagi ada yang berpendapat bahwa shalat ied hukumnya adalah wajib (fardhu ain), sebagaimana dikatakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Shalat ied (hukumnya) adalah fardhu ain. Hal ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah dan selainnya. Juga termasuk salah satu dari pendapat-pendapat asy-Syafi’i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Ahmad.” (Fataawaa Ibni Taimiyah XXIII, hal 161).
Perbedaan pendapat tersebut menunjukkan bahwa shalat Ied memiliki kedudukan yang penting. Kalaulah hukumnya tidak wajib, maka setidaknya kaum muslimin sangat ditekankan untuk melaksanakannya (sunnah muakkadah). Wallahu‘alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Menjama' Sholat Ashar dan Maghrib?

Ustadz apakah shalat Ashar bisa dijama’ dengan shalat Maghrib. Soalnya saya pernah terlambat shalat Ashar sedang di perjalanan memasuki maghrib. Menjama’ atau melaksanakan dua kewajiban shalat pada satu waktu merupakan keringanan ( rukhsah ) yang diberikan Allah SWT atas kaum muslimin, sekaligus menjadi salah satu bukti keluwesan Islam dan kemudahan hidup di dalam aturan Islam. Keringanan untuk menjama’ shalat ini diantaranya diberikan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan ( musafir ). Cara pelaksanaan shalat jama’ ini bisa dilakukan dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir . Jama’ taqdim ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang awal yakni dengan menarik waktu shalat berikut ke waktu awal, misalnya melaksanakan shalat ashar ke waktu dzuhur. Sedangkan jama’ takhir ialah melaksanakan dua shalat pada waktu shalat yang akhir atau mengerjakan shalat awal ke waktu shalat berikutnya, misalnya melaksanakan shalat dzuhur ke waktu ash...

Menunaikan Haji Tapi Tidak Zakat

Ustadz apa hukumnya orang yang mampu melaksanakan haji tetapi tidak menunaikan zakat? Apakah hajinya sah? Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan ibadah secara utuh, sebagaimana halnya diwajibkan menegakkan Islam secara keseluruhan. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al-Baqarah: 208). Dengan demikian, seluruh kewajiban ibadah tidak boleh dipilah-pilah dalam pelaksanaannya. Seorang muslim wajib menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, serta pergi haji ke Baitullah bagi yang mampu. Barangsiapa meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut tanpa adanya alasan ( udzur syar’i ), maka dia telah melanggar perintah Allah. Orang yang meninggalkan sebagian kewajiban disebabkan kelalaian, malas ataupun kebodohan, tanpa bermaksud mengingkari kewajiban tersebut atau meremehkan syari’ah Allah dan masih mengerjakan sebagian kewajiban Islam lainnya, maka ia masih digolo...

Memperoleh Pekerjaan Dengan Menyuap

Ustadz bagaimana hukumnya memperoleh pekerjaan dengan cara menyuap? Apakah pekerjaan tersebut halal? Praktek suap ( risywah ) baik berupa uang, barang atau bentuk lainnya, adalah tindakan pelanggaran syari’ah yang serius. Para pelaku yang terlibat di dalamnya, yaitu penyuap, yang menerima suap dan perantara terjadinya praktek tersebut dilaknat oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menjadi perantara diantara keduanya”. (HR. Tirmidzi). Dalam hadits yang lain, Rasul SAW bersabda: “Orang yang menyuap dan orang yang disuap masuk neraka”. (HR Thabrani). Kerasnya larangan praktek suap ini karena bisa merusak kehidupan masyarakat. Bila suap menyuap telah biasa dan membudaya di tengah masyarakat, niscaya rusaklah seluruh tatanan kehidupan masyarakat tersebut. Tidak hanya rusak dari sisi akhlak semata, tetapi juga meruntuhkan sendi ekonomi, ikatan sosial, kehidupan p...