“ Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.
(QS.
Al-Baqarah 10)
Bila
hati, akal dan jasad adalah lapisan-lapisan yang membalut dan
membentuk manusia, maka hati merupakan lapisan paling dalam. Lapisan
terluar adalah jasad, penampakkannya sangat jelas, kondisi sehat dan
sakit sangat mudah terlihat dan terasakan, bahkan oleh orang lain.
Begitu pula halnya dengan akal, kondisi akal yang cerdas atau bodoh,
relatif mudah dikenali dan dirasakan oleh pemiliknya. Dan manusia,
tidak sungkan-sungkan untuk memperbaiki kondisi jasad dan akalnya
agar lebih baik. Bahkan dengan senang hati akan menerima
pemberitahuan tentang sakitnya kondisi jasad, atau pelimpahan ilmu
pengetahuan bagi akalnya yang jahil.
Berbeda
halnya dengan hati. Hati sangatlah pelik, dimana kondisinya
seringkali tidak nampak dan sangat lambat terasakan keadaannya. Hati
yang sehat tidak serta merta nampak sebagaimana halnya yang terjadi
pada akal dan jasad. Demikian pula keadaan hati yang sakit, tidak
bisa langsung terlihat dari sikap dan perilakunya. Seringkali, sikap
dan perilaku yang menawan ditampilkan untuk menutupi hati yang sakit.
Proses
penampakkan hati yang sakit berlangsung perlahan, sedikit demi
sedikit, yang bahkan sang pemiliknya pun acapkali tidak menyadari
bahwasanya penyakit telah menggerogoti hatinya. Pada saat yang sama,
tatkala hati telah mengidap penyakit, muncul dalam perilaku buruk,
pikiran yang negatif dan sikap yang menyimpang, sang pemilik hati
yang sakit pun tidak senang bila ia diberitahukan tentang kondisi
hatinya yang sakit.
Karena
itulah, hati yang senantiasa terjaga dari penyakit, hati yang selalu
terpelihara kebersihannya, adalah hati yang dimiliki oleh orang yang
senantiasa mengkondisikan dirinya dalam proses pembinaan ruhani
(tarbiyah
ruhiyah),
pembersihan hati dari penyakit (tazkiyatun
nafs)
dan senantiasa memperhatikan kebutuhan hatinya. Kebutuhan hati
dipenuhi dengan berbagai kegiatan ibadah dan taqarub
kepada sang pencipta dan penguasa hati, Allah SWT. Hati akan tenang
dengan dzikrullah,
tilawah
al-Qur’an, ta’lim
dan ziarah
kepada orang-orang alim dan shalih. Bagi mereka, segala peringatan
dan nasihat akan dengan mudah diterima, sehingga kotoran dan penyakit
yang akan menyelimuti hati dengan mudah dibersihkan, tidak dibiarkan
mengerak dan menahun sehingga membutakan mata hati dan melumpuhkan
nuraninya.
Betapa
banyak ayat-ayat Allah dalam al-Qur’an yang memperingatkan
bahayanya penyakit hati. Salah satunya adalah ayat 10 dalam surat
al-Baqarah diatas. Pada ayat tersebut digambarkan bagaimana penyakit
hati telah menguasai hati orang-orang kafir sehingga seluruh sikap
dan perilaku yang muncul daripadanya adalah kebusukan dan kehinaan.
Penyakit hati yang didiamkan akan terus menjalar dan merusak
sisa-sisa kehanifan
(kelurusan) jiwa, merusak fitrah manusia dimana secara umum manusia
akan mencintai kebenaran dan cenderung pada petunjuk Allah SWT.
Bila
kehanifan jiwa telah menyimpang oleh kotoran dan fitrah manusia rusak
akibat penyakit hati yang akut, maka sikap dan perilaku manusia pun
akan tersesat jauh dari petunjuk Allah SWT. Orang yang hatinya
berpenyakit akan terjerumus pada kedzaliman, dzalim bagi dirinya dan
dzalim pula kepada orang lain. Hati yang sakit akan cenderung pada
kemaksiatan, menjadi pendukung kemungkaran dan penyebar kerusakan di
muka bumi. Penyakit hati membentengi manusia untuk menerima
kebenaran, bahkan ia bisa menumbuhkan kebencian pada kebenaran dan
keadilan.
Orang-orang
yang sakit jiwanya, benci kepada segala bentuk ketha’atan dan
kepada orang-orang yang tha’at. Orang yang fitrahnya telah rusak
tidak suka pada semua bentuk keshalihan dan tidak suka kepada
orang-orang yang shalih. Orang-orang yang tha’at dan shalih
dipandangnya sebagai ancaman. Hati yang disesatkan oleh berbagai
penyakitnya, akan menempatkan manusia pada posisi yang berlawanan
dengan jalan Allah. Musuh-musuh Allah, Islam dan kaum muslimin adalah
orang-orang yang hatinya telah mengeras dan mati oleh penyakit hati.
Karena
itu, penyakit hati harus segera dibersihkan, sekecil apapun ukuran
dan jenisnya. Bila satu penyakit hati dibiarkan, maka ia akan menjadi
pintu masuk bagi berbagai penyakit hati lainnya. Penyakit hasad, bila
dibiarkan akan menumbuhkan penyakit-penyakit hati lainnya seperti
riya, kesombongan, kebencian dan bahkan permusuhan. Demikian pula
bila penyakit hati sekecil apapun diabaikan, ia akan segera tumbuh
dan melumpuhkan sejumlah kebaikan yang ada padanya. Penyakit riya,
jika dibiarkan ia akan menghanguskan amal shalih, menyesatkan niat
baik dan menyimpangkan manusia dari tujuan. Bila penyakit hati
dibiarkan, tidak ada yang lebih menderita dan tersiksa selain dari
pemilik hati yang sakit itu sendiri.
Orang
yang berpenyakit hati, mereka adalah yang paling menderita dalam
kehidupan. Kekayaan yang dimiliki, tidaklah akan memuaskan dan
membuat bahagia apabila penyakit rakus (tamak)
bersemayam dalam hati. Seluruh harta kekayaan di dunia sekalipun,
tidak akan bisa menyembuhkan penyakit rakus. Malah, penyakit rakus
membuat orang selalu merasa kekurangan. Kerakusan bisa membuat orang
kehilangan harga diri demi mengumpulkan harta kekayaan. Kekayaan yang
terhimpun menjadi sumber penderitaan, karena hati berpenyakit.
Begitula penyakit riya dan sum’ah bisa membuat laki-laki yang
tampan dan wanita yang cantik menderita disebabkan ketampanan dan
kecantikannya. Mereka merawat dirinya sampai taraf menyiksa dirinya
sendiri, menghabiskan waktu untuk menjaga penampilan, untuk memuaskan
orang lain karena riya. Orang bakhil pun tidak akan bisa tentram
tinggal di rumahnya yang megah bila disekelilingnya orang-orang
miskin disekitarnya diabaikan. Orang hasad senantiasa menderita bila
melihat orang lain senang dan bahagia.Jika hati berpenyakit,
kehidupan macam apa yang bisa dinikmati?
Setiap
muslim sepatutnya menyadari bahaya hati bagi kehidupannya, ia
senantiasa terus menerus berusaha membersihkan dirinya dari berbagai
penyakit hati. Melalui taqarub dan ibadah sebagaimana yang dituntun
dalam ajaran Islam, seorang muslim menjaga kebersihan hatinya dan
terhindar dari bahaya penyakit hati. Insya
Allah…
Komentar
Posting Komentar